24 Januari 2013

Ketika Ketika dan Ketika


Ketika rasa kecewa itu datang entah apa yang sebenarnya terjadi. Kekecewaan dan kesal maupun sesal itu datang dengan sendirinya. Entah siapa yang telah membuatnya. Kita atau mereka ? .
Ingin marah rasanya, tapi hati ini membungkamnya. Membungkamnya dan menjadikannya sebuah tanda tanya. Kapan akan terjawab ? entahlah. Misteri yang terus menggelut di dalam hati. Beribu pertanyaan, berjuta rasa curiga semua menjadi nasi uduk di dalam lautan amarah.
Rasa kesal, benci, marah, sedih, kecewa, sakit, sayang, rindu semua berkumpul menjadi satu, dan membuat sebuah untaian kata “GALAU”. :-D . yayaya mungkin itu kata yang tepat buat untuk menggambarkan semuanya (maklum manusia) (maklum anak muda galau dikit gpplah ya).
Apakah mereka merasakan apa yang kita rasakan ? apa mereka memikirkan apa yang kita pikirkan ? . Mungkin iya, mungkin juga tidak. Hanya diri merekalah yang tahu. Sedangkan kita ? Hanya omong kosong dan kebohongan belaka yang mampu mereka ucapkan. Kasihan yaa. Jadi spa yang salah ? ga ada satupun yang bisa menjawab. Yang bisa jawab PING me ?? *lohh :p

Amburadul


Ingin rasanya hati ini marah . ingin rasanya mulut ini berteriak kencang . bebas lepas tanpa masalah.
Berlari entah kemana.
Masalah ini, kekacauan hati ini yang di buat oleh para manusia yang tidak bertanggung jawab dengan apa yang di ucapkanny ini si bener2 bagaikan cahaya yang terang dan tiba-tiba redup. Akh entahlah sampe keabisan kata-kata.hahahaa (ini super lebay).
Keindahan, kelembutan dan ketulusannya berasa di injak – injak, di remehkan dan di hancurkan. Seperti piring yang masih utuh lalu di lemparkan ke tembok. Jatuh  berantakan dan berkeping – keping. (anjriitt meenn apasih guw hiperbola bgt) hahahaa.

Ini apa yaa ? tulisan macam apa ini ya ? sedikit galau dan sedikit curhat  hahahaa.Abaikan tulisan super lebay ini

4 Januari 2013

Wanita Separuh Baya Penjual Kerupuk



Keadaan ekonomi yang kurang mencukupi, membuat wanita separuh baya ini bekerja keras. Duduk di bawah pohon rindang tiap harinya,Nariyah begitu namanya dengan setia menunggu para pembeli datang.
Saat ingin di wawancara, ia menyambut dengan hangat dan senyuman. Sesekali wanita paruh baya itu melempar senyuman dan tawa kecil. Wanita yang  bertempat tinggal di gang asem ini sudah bertahun – tahun berdagang kerupuk di kawasan Universitas Tarumanagara. Duduk sendiri termenung  menjadi kegiatan sehari – harinya dalam menjajakan dagangannya tersebut. Sesekali datang beberapa mahasiswa untuk membeli makanan yang ia jual. Dengan tangan terbuka  ia melayani setiap pembeli yang datang menghampirinya. Memiliki fisik yang kurang sempurna, matanya mengalami sedikit gangguan dalam penglihatan tidak mengurangi semangatnya dalam mencari nafkah.
Saat di tanya berapa penghasilan yang biasa ibu Nariyah dapat, ia menjawab biasa menjual  sekitar antara 20 - 50 bungkus kerupuk per hari. Tidak hanya kerupuk saja yang ia jual, tetapi juga keripik singkong dan makaroni. Tiap bungkusnya di jual dengan harga yang berbeda. Makaroni dan kerupuk di jual dengan harga 3000 rupiah, sedangkan keripik singkong di jual dengan harga 5000 rupiah per bungkusnya. Ia juga menambahkan bahwa barang dagangannya tersebut ada yang ia ambil dari orang untuk di jual lagi ada pula yang ia buat sendiri. Jika sedang ramai, biasanya dagangan yang dibawanya tersebut  habis terjual dan memperoleh keuntungan yang lumayan.
Nariyah biasa ia dipanggil ini mengaku berjualan kerupuk ini untuk memenuhi  kebutuhan sehari – hari. Wanita yang memiliki delapan anak ini mampu menyekolahkan seluruh anaknya hingga lulus Sekolah Menengah Atas. Ia memiliki empat anak perempuan dan sisanya laki – laki. Ia membanting tulang untuk menghidupi dirinya dan anak – anaknya. Kini, ia hanya tinggal dengan empat orang anak laki – lakinya, karena empat orang anak perempuannya sudah menikah. Kehidupan keluarganya kini sudah mulai di topang  dengan ketiga anak laki – lakinya yang sudah lulus sekolah menengah dan mendapat sebuah pekerjaan. Sedangkan anak bungsunya yang juga laki – laki sedang berusaha mencari pekerjaan.
Meskipun penghasilan yang ia dapatkan tidak seberapa, namun ia mampu menyekolahkan kedelapan anaknya hingga lulus sekolah menengah atas. Dengan penghasilan seadanya yang Nariyah dan anak – anaknya dapatkan saat ini, ia dan keempat anaknya yang masih tinggal bersama dalam satu atap masih mampu bertahan hidup  hingga saat ini di tengah kerasnya kota Jakarta.