14 Desember 2012

Imah, Korban Kerasnya Kota Jakarta


Jakarta kota metropolitan yang menyimpan berjuta harapan bagi warganya. Megahnya kota ini menjadi salah satu daya tarik tersendiri . Gedung – gedung yang tinggi, bangunan nan megah dan lampu – lampu jalanan yang berkilau menjadi  hiasan bagi para penduduk kota yang tidak pernah tidur ini. Ribuan problematika ada di dalamnya, namun hal tersebut tidak menyurutkan bagi mererka para pendatang untuk tinggal di Jakarta.
                Berbondong – bondong datang ke Jakarta, menyimpan sejuta harapan di dada, mereka para pendatang yang nekat mengadu nasib di Jakarta. Sebegitu besar harapan mereka, namun kerasnya kota ini menjadi tantangan yang berat bagi mereka.
                Imah, seorang wanita yang berasal dari Purwokerto ini rela meninggalkan kampungnya demi mencari kehidupan yang lebih layak. Datang ke Jakarta tanpa bekal apapun membuat dirinya susah mendapat sebuah pekerjaan. Kini, ia harus bekerja membantu menghidupi keluarga kecilnya tersebut. Bekerja sebagai PRT bukan hal yang ia inginkan, berangkat dari rumah satu ke satunya, membereskan tiap rumah yang ia pegang merupakan pekerjaan sehari – harinya. “Sebenarnya saya ingin bekerja sebagai buruh, bekerja di pabrik atau jaga toko gitu, tapi sama suami tidak di ijinkan karena takut anak tidak ke urus.” Ucap Imah.
Kerasnya hidup yang ia rasakan di kota ini tidak berhenti begitu saja. Sudah jatuh tertimpa tangga mungkin peribahasa yang tepat untuk menggambarkan kehidupannya sekarang ini. Rumahnya habis terbakar, harta bendanya pun lenyap, hanya pakaian yang ada di tubuhnya saja dan surat – surat penting yang terbawa saat itu. Kini, Imah harus tinggal di sebuah gang sempit di Jakarta Utara. Ia tinggal di rumah yang hanya berukuran 2 x 3m. Mirisnya, rumah sekecil itu yang terbuat dari kayu dan seng harus dihuni oleh lima orang, bersama suami dan satu anaknya, serta adik Imah dan suaminya yang merupakan korban kebakaran juga.
Bertahun – tahun ia menginjakan kaki di kerasnya tanah Jakarta, selama itu pula ia menggantungkan nasibnya pada kota ini. Ia sadar tak mudah bagi dirinya untuk mengikuti alur kehidupan kota nan megah ini. Namun, semangat hidupnya tak pernah pudar. Ia membanting tulang membantu prekonomian keluarganya semata – mata hanya untuk dua orang anaknya. Imah hanya ingin kedua anaknya mampu melanjutkan sekolah hingga lulus sekolah menengah atas, tidak seperti dirinya yang hanya tamatan SD. Ia  berharap nantinya mereka mampu memutar balik dan mengikuti alur kehidupan di kota Jakarta, mendapatkan kehidupan yang lebih layak dan tidak menggantungkan nasibnya pada orang lain.

5 Desember 2012

Aku, Si Anak Sembilan Ons

ini kisah nyata . . .

Sore itu umurku baru enam bulan di dalam kandungan ibu. Namun entah kenapa saat itu ibu mengalami kesakitan yang hebat pada perutnya. Dokter menyatakan bahwa saat itu aku harus segera dilahirkan, jika tidak maka nyawa ibuku yang terancam. Ibu juga bercerita, saat itu ia ingin mempertahankan aku hingga umurku sembilan bulan, namun apa daya ibu tidak sanggup menahan rasa sakit yang amat teramat dalam.
Ketika hari mulai gelap, seluruh keluarga ibu dan ayah sudah menunggu di depan pintu kamar rumah sakit dimana aku dilahirkan. Hari hampir tengah malam dan akupun lahir dan merasakan hawa dunia. Saat itu, umurku baru 6 bulan dan beratku hanya 9 ons. Ternyata tidak hanya aku saja yang lahir, aku memiliki seorang kembaran beda kelamin, aku seorang wanita yang di beri nama Abigael dan kembaranku seorang pria yang di berinama Abiyan. Berat kembaranku lebih besar daripadaku yaitu 1 kg. Namun sayang, ia tidak dapat bertahan lama dan mengakhiri hidupnya di dunia.
Aku Abigael si anak 9 ons yang butuh perawatan khusus dan perhatian penuh. Sendiri aku ditinggal di rumah sakit demi kelancaran dan kesehatan hidupku. Meskipun ibu sudah di ijinkan pulang, namun ibu senantiasa menjaga dan menungguiku tiap waktu tanpa kenal lelah, meskipun ku tahu saat itu keadaan ibu belum sempurna.
Terima kasih ibu sudah mengijinkan,merawat,menjaga dan mendoakan ku tiap waktu. Aku tahu merawat bayi berumur 6 bulan dan memiliki berat yang jauh dari cukup merupakan tugas yang sulit. Ibu sudah membuang banyak tenaga, waktu dan biaya untuk merawatku. Ibu rela memeras air susu dan mengirimkannya ke rumah sakit hanya untuk memberikan aku ASI yang cukup.
Entah berapa tenaga, waktu dan biaya yang ibu buang hanya untuk mempertahankan hidupku, untuk biaya makanan dan susu khusus untukku, biaya pengobatan setiap aku kontrol selama beberapa tahun. Terima kasih hanya itu yang bisa aku ucapkan.
Kini, umurku 5 tahun, meskipun aku terlahir belum cukup umur, namun aku tidak kalah dengan mereka. Setiap orang yang melihat ku selalu tidak menyangka bahwa aku bisa menjadi seperti saat ini. Mereka bilang aku cantik, mereka bilang aku pintar, mereka bilang aku centil, dan mereka bilang aku si anak sembilan ons. Tetesan airmata mereka membuatku pilu tatkala mereka berbicara keadaanku dulu. Semua itu bisa ku dapatkan atas keringat dan pengorbananmu ibu. Cucuran keringat mu tak akan bisa tergantikan. Ijinkan aku memelukmu , mencium keningmu, dan menjagamu. Biarkan hari – harimu yang dulu hilang aku gantikan dengan kasih sayang yang tulus.
Ibu terima kasih, putih kasihmu, tulus hatimu membuat aku mampu bertahan. Tangan lembutmu menuntunku saat ku belajar berjalan,menagkapku saat ku jatuh dan memelukku saat ku menangis.
Berjuta kata maaf  tak cukup untuk membalas cintamu. Terima kasih ibu telah memberikan aku sebuah hidup yang sempurna. Kasih sayang mu takan pernah pudar sepanjang masa. Ibu you’re my inspiration and my spirit. Love you, Mom.

28 November 2012

Pangeran Kura - Kura dan Princess And

Fajar dan Andini dua sahabat yang akhirnya saling jatuh cinta. Mereka di pertemukan ketika bersekolah di Bandung. Fajar seorang pria yang berasal dari Jakarta ini memiliki postur tinggi,rambut ikal hitam, kulit putih, hidung mancung pokoknya idaman para wanita. Begitu juga Andini wanita cantik asal Bandung ini bertubuh langsing, putih dan memiliki rambut lurus yang juga menjadi idola para lelaki.
Sore itu langit mendung, Fajar duduk terdiam di depan kamar kosannya, rasa lapar melandanya, maklum anak kosan uangpun pas –pasan. Tanpa di sangka tiba-tiba Andini yang saat itu masih berstatus sahabat datang. “Fajaaarrr .. lihat ini yang guw bawa ... “ teriak Andini menggemparkan seluruh isi kos. “Bawa apa sih emangnya ?” Jawab Fajar sambil melirik kantong kresek yang di bawa Andini.
“Semur jengkol. Ayam kecap, ikan asin, lalapan sama sambel.” Timpa Andini sembari mengeluarkan makanan dari dalam plastik.
“Wooowww . . makan – makan.” Ucap Fajar gembira
Sore itu mereka habiskan waktu bersama. Tawa dan candanya memecahkan keheningan lorong – lorong kos yang sepi.
***
Dikampus, mereka kuliah di fakultas yang berbeda .  Fajar di seni rupa dan Andini di psikologi. Sebagai anak psikologi semester akhir, Andini tahu benar wajah – wajah yang sedang memiliki masalah hingga wajah orang – orang yang sedang galau.
Duduk di sebuah taman kampus, di bawah pohon rindang, wanita yang memiliki bola mata berwarna coklat ini asik membaca buku. “huft . . “ hela nafas Fajar yang tiba – tiba datang dan duduk di samping Andini . “hey .. any problem with you ? kusut banget muka lo.” tanya Andini .
“gue ke terima beasiswa kuliah di Spanyol.” Jawab Fajar.
“Loh bagus dong kalau begitu ? harusnya lo seneng dapat beasiswa itu, bukannya malah kusut kaya baju yang belum di setrika.hahaa .” Ucap Andini dicampur dengan canda.
“Bukan gitu, masalahnya kita akan jauh, susah berkomunikasi apalagi bertemu. Spanyol bukan negara yang dekat, dan guw di sana ga cuma sehari dua hari, tapi bertahun – tahun”. Timpa Fajar. Matanya menatap tajam ke mata Andini. “Besok guw akan balik ke Jakarta untuk mengurus semua keperluannya dan lusa guw akan ke Spanyol” Tambah Fajar.
“Secepat itukah ?” Tanya andini dengan mata berkaca – kaca.
“Bokap bilang makin cepat di urus akan lebih baik, dan guw udah beli tiket kereta untuk besok sore. Guw tunggu lo nanti malam di bukit bintang. Dan guw harap lo bisa datang.” Dengan mata berbinar dan memegang tangan Andini, Fajar berkata.
***
Waktu tepat pukul 5 sore, Andini dengan sergap membuka lemari dan mengacak – acak memilih baju mana yang akan ia kenakan. Matanya tertuju pada satu gaun cantik berwarna putih. Diambilnyalah syal berwarna merah jambu dan di kenakan di leher mungilnya. Segera ia menuju meja rias dan merias wajahnya. Bibirnya merah merona, cantik bak bidadari yang jatuh kayangan.
Ditempat lain, Fajar meyiapkan segala sesuatunya. Diambilnyalah jaket jeans berwarna biru, lalu mengelap sepatunya. Buru – buru ia meraih kunci motornya dan mengendarainya hingga tempat yang dituju.
***
Tepat pukul 7 malam, pria yang memiliki hobi maen basket ini sampai duluan.  Dua buah kursi berwarna coklat yang terbuat dari kayu alami dan satu meja di tengahnya yang telah diletakkan sebuah lilin kecil sudah di siapkannya. Yaa Fajar ingin mengajak Andini dinner malam itu.
Terlihat di kejauhan seorang wanita cantik dengan gaun putihnya turun dari taxi. Tidak lain dan tidak bukan dia adalah bidadari itu. Andini kaget dan terkesima melihat semua ini. Ia tidak percaya bahwa fajar yang ia kenal selama ini adalah salah satu orang yang jauh dari kata romantis. Namun malam itu ia mampu melakukan ini semua.
“ini semua buat guw ?” Tanya Andini kaget.
“Iya. Mari duduk.” Fajar mempersilahkan Andini duduk
Malam itu berasa berbeda Andini merasa ini bukanlah Fajar yang ia kenal. Fajar yang ia kenal selalu menceritakan tentang apa saja yang terjadi pada setiap harinya. Yaa tapi ia mengabaikan perasaan itu, ia menganggap mungkin malam itu Fajar ingin lebih serius.
***-
Seusai makan malam, mereka habiskan dengan canda tawa seperti biasanya. “malam ini kamu benar – benar cantik. Berasa di temani oleh seorang peri.” Canda Fajar memecahkan keheningan malam.
“Jadi selama ini guw ga cantik gto ? hahahaa.” Timpa Andini
Seketika wajah Andini terlihat gugup. Jantungnya berdetak kencang ketika tangan diraih oleh Fajar. Ia hanya berharap detak jantungnya tidak terdengar oleh sahabatnya itu.
Dengan wajah serius Fajar mengutarakan perasaannya kepada Andini. “ Tiga tahun kita bersama,dan baru kali ini guw mampu melakukan hal seperti ini. Mungkin ini malam terakhir pertemuan kita.Besok guw akan ke Jakarta dan lusa terbang ke Spanyol. Selama ini guw selalu menceritakan kecintaan guw pada seni, kecintaan guw pada basket, kecintaan guw pada motor tapi, guw ga pernah cerita satu kecintaan guw .”
“Kecintaan apa yang belum lo ceritain ?” Tanya Andini penasaran.
“Kecintaan guw pada diri lo.” Jawab fajar sambil menatap mata indah wanita yang berdiri tepat di depannya.
Kaget, gugup, ga nyangka semua perasaan itu berkumpul campur aduk di diri Andiri. Mukanya memerah. Tingkahnya menjadi salah tingkah dan bingung apa yang harus ia katakan.
Berarti mulai malam ini ga ada lagi kata guw dan lo. Yang ada hanya kita, aku dan kamu anya kita berdua.” Ucap Andini dengan senyum manisnya.
“iya hanya ada kita.aku dan kamu. Kalau begitu mulai sekarang kita kalau ngomong pakai aku dan kamu ya. Aku titip ini ya.” Tambah Fajar
“Kura – kura ?” tanya Andini heran.
“iya, aku titip sepasang kura – kura ini sama kamu ya. Udah sebulan aku memelihara kura – kura ini. Jaga kura – kura ini baik – baik.” Jawab Fajar Dengan senyum lebar.
“Aku akan selalu menunggu kamu Pangeran Kura – Kura .” Ucap Andini.
“ Me too. Thank you Princess And.” Ucap Fajar dengan tawa kecil.
***
Andini mengantarkan Fajar hingga ke stasiun kereta. Matanya tak dapat menahan rasa sedih. Airmata mengalir deras di pipi mulusnya. Entah kenapa hari itu iya merasa sangat berat melepas kepergiannya ke Jakarta. Fajar dengan sigap memluk erat tubuh Andini. Airmatanya tak terbendung lagi begitu juga dengan Fajar. Erat Andini memeluk Fajar. Dengan nada pelan Fajar berbisik “aku akan segera kembali, untuk kamu Princess And.” Ucap Fajar dengn sedikit rasa haru.
“aku akan menjemput kamu kembali di stasiun ini Pangeran kura –kura ku.” Jawab andini dengan nada tersendat – sendat.
Kereta hampir jalan, sebelum kereta itu jalan, kaki Fajar sudah menyentuh gerbong kereta. Iya duduk di pinggir sebelah kaca. Matanya terus memandangi Andini yang masih terus mengeluarkan air mata. “Aku akan terus menunggu kamu pulang. Selalu dan selalu.” Ucap Andini sambil melepas keberangkatan kereta itu dan beranjak pulang dari stasiun.
***
Sesampainya di kamar kosannya, Andini masih belum bisa menahan rasa sedih hatinya. Sepi yang ia rasakan. Andiri membaringkan tubuhnya ke atas kasur sembari melihat langit – langit kamarnya yang terhias oleh tempelan bintang – bintang bersinar. Tiba – tiba ia teringat sebuah rangkaian kata yang di bisikan oleh Fajar untuk dirinya saat di bukit bintang itu. “Aku akan selalu ada untuk kamu, nyawa aku adalah kamu. Jika suatu saat kita tidak berjumpa lagi, pergilah kesini keatas bukit bintang ini, teriakan nama ku sekeras mungkin dan rasakan kehadiran ku di samping kamu.” Untaian kata itu yang selalu terbesit di otaknya.
“Andiiiniiiii .. buka pintunya”. Itu adalah suara Mira teman kos Andini.
“Ada apa sih teriak – teriak ?” Jawab Andini.
“cepat ke sini (sambil menarik Andini ke ruang tv) lihat berita itu.” Timpa Mira.
Darahnya berasa berhenti mengalir, otaknya tiba – tiba berasa beku, tubuhnya tegang seperti tak bernyawa ketika Andini menonton berita tersebut. Berita yang menginformasikan tentang kecelakaan kereta api jurusan Jakarta. Kereta itu terguling, salah satu gerbongnya rusak parah dan di dalam gerbong itu tidak ada satupun yang selamat yaitu gerbong lima. Andini teringat bahwa Fajar sempat cerita ia mendapat bangku di gerbong lima. Airmata mengalir dengan seketika. Pipinya mulai di basahi oleh hujan airmata. Andini berlari ke kamar meraih handphonenya dan mencoba menghubungi Fajar. Berkali – kali Andini mencoba menelpon tapi tidak pernah bisa menyambung.
Andini duduk dengan lemas menatap ke layar tv, ia terus mengikuti kelanjutan beritanya.
Kriinng .. kriinngg .. kriinggg .. handphone Andini berbunyi “Halo” Sapa Andini
“Andini ini Rio, saya mau kasih kabar kalau Fajar meninggal dalam kecelakaan kereta itu.”ucap Rio sahabat Fajar.
“Apa ?? Andini kaget handphonenya jatuh, lagi dan lagi ia tak kuasa menahan kesedihannya. Ia meraung, ia berteriak tidak percaya hal ini terjadi. Baru semalam ia habiskan waktu bersama di atas bukit bintang, baru semalam juga ia merasakan apa yang tidak pernah ia rasakan selama ini ketika bersama – sama dengan Fajar. Buru – buru Andini mengemas barang dan pergi ke Jakarta untuk melihat Fajar terakhir kalinya.
***
Dipemakaman sudah ramai keluarga, sanak saudara dan kerabat dari Fajar. Yaa ia emang dikenal sebagai orang yang supel, tidak memilih milih teman dan ga neko-neko. Hidupnya hanya ia habiskan untuk seni,basket dan motor kesayangannya, namun setelah bertemu dengan Andini hidupnya mulai berubah.
Tangisan tak henti mengalir dari mata kerabat apalagi keluarganya. Kepergiannya begitu mendadak, harapan ayahnya untuk melihat anaknya sekolah di Spanyol pupus sudah. Yang ada hanya tinggsl kenangan. Andini terpaku terenung melihat gumpalan tanah coklat yang basah di depannya. Hatinya masih bertanya – tanya tak percaya. Apa benar yang ada di dalam itu adalah Fajar ? apa mungkin Fajar masih hidup ? atau jangan – jangan dia ada di sini dan akan muncul utnuk memberi surprise untuk kita semua ?
Ketika Andini hendak meninggalkan pemakaman, langkahnya terhenti ketika ia mendengar sebuah suara yang memanggil namanya. Dia adalah Dimas adik kesayangannya Fajar.
“Ka Andini ya ? ini ada surat dari ka Fajar. Surat ini ditemukan didalam tas ka Fajar.” Ucap dimas sembari memberikan sehelai kertas kepada Andini.
“Hai iya saya Andini, kamu pasti Dimas ya adiknya Fajar ? mirip banget kamu sama dia. Makasih ya.” Ucap Andini
“iya ka sama – sama.” Jawb Dimas dan melangkah pergi meninggalkan Andini.
Dengan tangan yang gemetar, Andini membuka sehelai kertas surat tersebut.
“Hai Andini entah kenapa aku pengen banget menulis surat ini untuk kamu. Saat aku menulis surat ini aku masih berada di dalam kereta. Aku cuma mau bilang bersamamu aku bahagia. Jaga kura – kura kita baik – baik ya. Kalau salah satu dari kura – kura itu mati, berikan lagi satu kura – kura sebagai pengganti pasangannya. Biar pasangan yang di tinggalkan tidak sendirian dan merasa sepi. Sama jika suatu saat nanti aku meninggalkan kamu, segeralah cari pengganti diri aku. Biar ada yang selalu menemani kamu, menjaga dan memberikan keceriaan dalam diri kamu. Jangan sedih terus ya, lanjutkan hidup kamu. Aku sayang kamu.”
Love you,Andini
Fajar.
Itulah sepetik surat yang Fajar tuliskan untuk Andini.
***
Sebulan berlalu setelah kepergian Fajar. Andini masih sering menunggu sebuah keajaiban bilamana Fajar datang. Kini ia mengerti apa yang di ucapkan malam itu oleh Fajar di atas bukit bintang itu. Itu salah satu pesan yang ia daptkan dari Fajar. Namun kini ia sadar, ia tidak bisa terus begitu. Ia harus melanjutkan hidup sesuai dengan pesan terakhir yang Fajar tulis dalam suratnya .
Sembari membereskan kamar kosannya yang berantakan, Andini mengambil sepasang kura – kura itu dari sebuah aquarium. Ia memindahkan kura – kura tersebut ke aquarium yang lebih besar yang baru saja dibelinya. Dilihatnyalah kura – kura itu sejenak lalu pergi meninggalkannya.
The End ^.^

*Serius ini drama banget. hahahahaa